masukkan script iklan disini
Warna Sumut - Yogyakarta. DAGING kurban, jika salah dalam menangani, dapat berubah dari barang yang halal menjadi haram. Hal itu disampaikan Direktur Halal Center Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Nanung Danar Dono , S.Pt., M.P., Ph.D.
Menurut dia, salah satu penyebabnya, adalah ketidaksabaran petugas penyembelihan hewan kurban.
"Kalau hewan sembelihan itu belum mati karena disembelih tetapi dipotong-potong, bisa jadi dagingnya menjadi tidak halal," katanya,
Ia menegaskan, jika hewan belum mati namun sudah dipotong kakinya, atau dipotong ekornya, atau malahan dikuliti, artinya kita memotong kaki binatang atau memotong ekornya, atau mengulitinya hidup-hidup.
"Karena itu, lanjut Nanung, sebelum menguliti, petugas yang menangani penyembelihan hewan kurban harus memastikan, bahwa hewan itu sudah benar-benar mati karena disembelih. Untuk memastikan bahwa hewan itu sudah mati atau belum, ujarnya, dapat dilakukan pengecekan melalui tiga titik refleks yaitu refleks mata, refleks kuku, dan refleks ekor."
Pertama, mengecek refleks mata dengan menggunakan ujung jari untuk menyentuh pupil mata. Jika masih bereaksi atau berkedip, artinya sarafnya masih aktif dan hewannya masih hidup. Namun jika sudah tidak bereaksi lagi, artinya hewan mati.
Kedua, mengecek refleks ekor sebagai salah satu tempat berkumpulnya ujung-ujung saraf yang sangat sensitif. Setelah hewan disembelih dan diam saja, kita pencet batang ekornya. Jika ia masih bereaksi, itu artinya sarafnya masih aktif dan hewannya masih hidup. Namun jika hewan tidak bereaksi ketika dipencet-pencet batang ekornya, artinya ia sudah mati," jelas Nanung yang juga dosen pada Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Fapet UGM.
Ketiga, mengecek refleks kuku sebab hewan sapi, kerbau, unta, kambing, dan domba adalah hewan berkuku genap (ungulata). Di antara kedua kuku kaki hewan-hewan tersebut, terdapat bagian yang sangat sensitif.
Selain memerhatikan tiga refleks tersebut, ujarnya, harus diperhatikan juga dalam menyembelih hewan ternak harus memotong tiga saluran pada leher bagian depan.
Lebih jauh, Nanung menjelaskan bahwa perlu juga dipahami penanganan sebelum dan sesudah penyembelihan. Sebelum menyembelih, katanya, pastikan bahwa pisau sudah diasah setajam mungkin. Amati kondisi visual ternak seperti postur, keadaan wajah (khususnya mata), lubang hidung, dan saluran reproduksi.
Senada dengan itu, Prof. Dr. Ir. Nurliyani, M.S., dosen Fapet UGM menjelaskan, daging yang baik haruslah ASUH, yaitu Aman, Sehat, Utuh, dan Halal.
S = sehat berarti memiliki zat-zat yang bergizi dan berguna bagi kesehatan dan pertumbuhan.
U = utuh berarti tidak dicampur dengan bagian lain dari hewan lain.
H = halal berarti dipotong dan ditangani sesuai dengan syariat agama Islam," ujar Nurliyani.
Untuk penyimpanan daging, lanjut dia, harus diperhatikan agar kualitas daging tetap terjaga. Sebelum disimpan, daging sapi tidak perlu dicuci karena sifatnya yang kering.
"Jika dicuci, malah akan membusuk."
Nurliyani menambahkan, daging sebaiknya tidak dibiarkan dalam suhu ruangan. Selama berada di suhu ruangan, daging dapat ditumbuhi bakteri yang kemungkinan menghasilkan racun.
"Bakteri bisa mati setelah daging dimasak, tetapi racunnya tetap ada karena racun tidak rusak oleh panas," ungkapnya.
Untuk pengawetan daging, Nurliyani menyebutkan beberapa teknik seperti penggaraman (salting) dan pemasakan basah. Penggaraman, jelas dia, berfungsi untuk menghambat mikrobia dan memperpanjang umur simpan produk daging.
(Fadil/Red)